Makna Kitab Kuning Fathul Qorib (Fathul Qarib) Terjemahan

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Qadzaf dan Li'an


Sedang mencari terjemah Kitab Fathul Qorib bab qadzaf dan bab li'an ? Tenang, banyak website yang menyediakannya, termasuk pula insya Allah Saya bakal menyediakan terjemah kitab ini di situs ini fasal per fasal, tidak sekaligus pada satu judul postingan sebab akan terlalu panjang dan mungkin melelahkan pembaca.
Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Qadzaf dan Bab Li'an

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Qadzaf dan Bab Li'an

Untuk memahami terjemah Kitab Fathul Qorib bab qadzaf dan bab li'an, silahkan buka kitab Fathul Qorib di halaman 49 - 50.

فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْقَذَفِ وَاللِّعَانِ

Fasal ini menjelaskan hukum qadzaf dan li’an. Secara bahasa, li’an adalah bentuk kalimat masdar yang diambil dari lafadz “اللَّعْنِ” yang berati jauh. Dan secara syara’ adalah beberapa kalimat tertentu yang dijadikan sebagai hujjah bagi orang yang terpaksa menuduh zina terhadap orang yang telah menodahi kehormatannya dan mempertemukan cacat padanya.

وَإِذَا رَمَى الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ بِالزِّنَا فَعَلَيْهِ حَدُّ الْقَذَفِ

Ketika seorang laki-laki menuduh zina terhadap istrinya, maka wajib baginya untuk menerima had qadzaf, dan akan dijelaskan bahwa sesungguhnya had qadzaf adalah delapan delapan puluh kali cambukan.

إِلَّا أَنْ يُقِيْمَ

Kecuali lelaki yang menuduh zina tersebut mampu mendatangkan

الْبَيِّنَةَ

saksi atas perbuatan zina wanita yang ia tuduh.

أَوْ يُلَاعِنَ

Atau lelaki tersebut melakukan sumpah li’an terhadap istrinya yang ia tuduh berzina.

Dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa, “atau ia berkenan melakukan sumpah li’an dengan perintah seorang hakim atau orang yang hukumnya sama dengan hakim seperti muhakkam (orang yang diminta untuk menjadi juru hukum).

فَيَقُوْلُ عِنْدَ الْحَاكِمِ فِيْ الْجَامِعِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِيْ جَمَاعَةٍ مِنَ النَّاسِ

Kemudian lelaki tersebut berkata di hadapan hakim di masjid jami’ di atas mimbar di hadapan sekelompok orang minimal empat orang,

أَشْهَدُ بِاللهِ أَنَّنِيْ لَمِنَ الصَّادِقِيْنَ فِيْمَا رَمَيْتُ بِهِ زَوْجَتِيْ فُلَانَةً مِنَ الزِّنَا

Aku bersaksi demi Allah bahwa sesungguhnya aku termasuk golongan yang jujur atas tuduhan zina yang telah aku tuduhkan terhadap istriku, fulanah, yang sedang tidak berada di sini.

Jika sang istri juga berada di tempat, maka lelaki itu memberi isyarah pada istrinya dengan ucapan, “istriku ini.” Jika di sana terdapat anak yang ia putus  dari nasabnya, maka ia pun harus menyebutkan anak tersebut di dalam kalimat-kalimat sumpah li’an itu, maka ia berkata,

وَإِنَّ هَذَا الْوَلَدَ مِنَ الزِّنَا وَلَيْسَ مِنِّيْ

Dan sesungguhnya anak ini hasil dari zina, bukan dari saya. Lelaki yang sumpah li’an tersebut harus mengucapkan kalimat-kalimat ini

أَرْبَعَ مَرَّاتٍ

sebanyak empat kali.

وَيَقُوْلُ فِيْ الْخَامِسَةِ بَعْدَ أَنْ يَعِظَهُ الْحَاكِمُ

Dan pada tahapan kelima, setelah hakim atau muhakkam menasihatinya dengan memperingatkannya atas siksaan Allah di akhirat dan sesungguhnya siksa Allah di akhirat jauh lebih pedih daripada siksa di dunia, maka sang suami mengatakan,

وَعَلَيَّ لَعْنَةُ اللهِ إِنْ كُنْتُ مِنَ الْكَاذِبِيْنَ

Dan saya berhak mendapatkan laknat Allah swt jika saya termasuk orang-orang yang bohong atas tuduhan zina yang saya tuduhkan pada istriku ini.”

Dan ungkapan mushannif, “di atas mimbar di hadapan jama’ah” adalah sesuatu yang tidak wajib dilakukan di dalam li’an bahkan hal itu hukumnya adalah sunnah.

وَيَتَعَلَّقُ بِلِعَانِهِ

Dan bertalian, li’an yang dilakukan oleh seorang suami walaupun sang istri tidak melakukan sumpah li’an,

خَمْسَةُ أَحْكَامٍ

dengan lima hukum :

سُقُوْطُ الْحَدِّعَنْهُ

Yang pertama, gugurnya had dari sang suami maksudnya had qadzaf yang dimiliki oleh istri yang dili’an, jika memang sang istri adalah wanita yang muhshan (terjaga), dan gugurnya ta’zir jika sang istri bukan wanita yang muhshan.

وَوُجُوْبُ الْحَدِّ عَلَيْهَا

Yang kedua, tetapnya hukum had atas sang istri, maksudnya had zina baginya, baik ia wanita muslim ataupun kafir jika ia tidak melakukan sumpah li’an.

وَزَوَالُ الْفِرَاشِ

Yang ketiga, hilangnya hubungan suami istri. Selain mushannif mengungkapkan hal ini dengan bahasa “perceraian untuk selama-lamanya”, perceraian tersebut hukumnya sah secara dhahir batin, walaupun sang suami yang melakukan sumpah li’an tersebut mendustakan dirinya.

وَنَفْيُ الْوَلَدِ
Yang ke empat, memutus hubungan anak dari suami yang melakukan sumpah li’an. Sedangkan untuk istri yang melakukan sumpah li’an, maka nasab sang anak tidak bisa terputus dari dirinya.

وَ التَّحْرِيْمُ عَلَى الْأَبَدِ

Yang kelima, mengharamkan sang istri yang melakukan sumpah li’an untuk selama-lamanya,  sehingga bagi lelaki yang melakukan sumpah li’an tidak halal menikahinya lagi dan juga tidak halal mewathinya dengan alasan milku yamin, walaupun wanita tersebut berstatus budak yang ia beli.

Di dalam kitab-kitab yang panjang penjelasannya terdapat keterangan tambahan atas kelima hal ini. Di antaranya adalah gugurnya status muhshan sang wanita bagi sang suami jika memang sang wanita tidak melakukan sumpah li’an juga, sehingga, seandainya setelah itu sang suami menuduhnya berbuat zina lagi, maka sang suami tidak berhak dihad.

وَيَسْقُطُ عَنْهَا بِأَنْ تَلْتَعِنَ

Bisa gugur had zina dari sang istri dengan cara ia membalas sumpah li’an, maksudnya melakukan sumpah li’an terhadap sang suami setelah li’an sang suami sempurna.

فَتَقُوْلُ

Maka sang istri berkata di dalam li’annya dan sang suami hadir,

أَشْهَدُ بِاللهِ أَنَّ فُلَانًا هَذَا لَمِنَ الْكَاذِبِيْنَ فِيْمَا رَمَانِيْ بِهِ مِنَ الزِّنَا

Saya bersaksi demi Allah bahwa sesungguhnya fulan ini sungguh termasuk dari orang-orang yang dusta atas tuduhan zina yang ia tuduhkan padaku. Wanita tersebut mengulangi ucapannya ini

أَرْبَعَ مَرَّاتٍ

sebanyak empat kali.

وَتَقُوْلُ فِيْ الْمَرَّةِ الْخَامِسَةِ

Dan wanita tersebut berkata, pada tahapan kelima dari li’annya

بَعْدَ أَنْ يَعِظَهَا الْحَاكِمُ

setelah hakim atau muhakkam menasihatinya dengan memperingatkan padanya akan siksaan Allah Swt di akhirat dan sesungguhnya siksa-Nya di akhirat jauh lebih pedih daripada siksaan di dunia,

وَعَلَيَّ غَضَبُ اللهِ إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِيْنَ

Dan saya berhak mendapat murka Allah Swt jika dia termasuk orang-orang yang jujur atas tuduhan zina yang ia tuduhkan padaku. Perkataan yang telah dijelaskan di atas tempatnya adalah bagi orang yang bisa bicara.

Adapun orang bisu, maka ia melakukan sumpah li’an dengan menggunakan isyarah yang bisa memahamkan orang lain.

Seandainya di dalam kalimat-kalimat li’an tersebut, ia mengganti lafadz “شَّهَادَةِ” dengan lafadz “حَلْفِ” seperti ucapan orang yang melakukan sumpah li’an, “saya bersumpah demi Allah”, atau mengganti lafadz “الْغَضَبِ” dengan lafadz “اللَّعْنِ”, atau sebaliknya seperti ucapan wanita yang melakukan sumpah li’an, “laknat Allah wajib atas diriku” dan ucapan lelaki yang sumpah li’an, “murka Allah atas diriku”, atau masing-masing dari lafadz “الْغَضَبِ” dan “اللَّعْنِ” diucapkan sebelum  empat kalimat sahadat sempurna, maka li’an dalam semua permasalahan ini tidak sah.


Itulah yang bisa Saya sampaikan perihal terjemah kitab Fathul Qorib bab qadzaf dan li'an. Baca juga postingan lainnya seputar :
- fathul qorib bab talak
- fathul qorib bab nusyuz
- bab zhihar fathul qorib
- fathul qorib bab istibra

BACA JUGA : 7 Rekomendasi Kitab Fathul Qorib


2 Komentar untuk "Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Qadzaf dan Li'an"

Tulisannya mungkin kurang itu mind ..
Had qodaf kan 80 x cambukan .. nahh yang tertulis d atas 8x cambukan 🙏🙏

Terima kasih Kang Thoharudin atas koreksinya. Betul had qodzaf itu 80 kali cambukan. Saya kurang menulis 0, Syukron. Sudah Saya koreksi tulisannya. Semoga ilmunya berkah dan bertambah terus Kang.

Back To Top