Makna Kitab Kuning Fathul Qorib (Fathul Qarib) Terjemahan

Terjemahan Kitab Fathul Qorib Bab Salam


Kali ini kita akan menulis tentang terjemahan Kitab Fathul Qorib bab salam.

فَصْلٌ

Fasal, menjelaskan hukum-hukum salam (pesan). Salam dan salaf secara bahasa memiliki makna yang sama. Dan secara syara’ adalah menjual sesuatu yang diberi sifat di dalam tanggungan. Salam tidak sah kecuali dengan ijab (serah) dan qabul (terima).

وَيَصِحُّ السَّلَمُ حَالًا وَمُؤَجَّلًا

Akad salam hukumnya sah dengan cara hal (kontan) dan muajjal (tempo). Jika akad salam dimutlakkan, maka menjadi sah dengan cara kontan menurut pendapat ashah. Akad salam hanya sah

فِيْمَا

pada barang

تَكَامَلَ فِيْهِ خَمْسُ شَرَائِطَ

yang memenuhi lima syarat. Yang pertama

أَنْ يَكُوْنَ

Adanya muslam fih (barang yang dipesan)

مَضْبُوْطًا بِالصِّفَةِ

harus di batasi dengan sifat yang bisa menimbulkan berbeda-bedanya keinginan di dalam barang yang dipesan tersebut. Sekira dengan sifat tersebut ketidakjelasan barang yang dipesan menjadi hilang.

Penyebutan sifat tidak boleh dengan cara yang bisa mengantarkan barang yang dipesan tersebut sulit  ditemukan, sepeti intan yang besar, dan budak wanita beserta saudara perempuannya atau beserta anaknya.

وَأَنْ يَكُوْنَ جِنْسًا لَمْ يَخْتَلِطْ بِهِ غَيْرُه

Dan yang ke dua, adanya barang yang dipesan harus berupa jenis yang tidak bercampur dengan jenis yang lain. Sehingga tidak sah melakukan akad salam pada barang yang bercampur bahan-bahan pokoknya serta tidak jelas batasannya, seperti jenang harisah dan minyak ma’jun.

Jika bahan-bahannya jelas ukurannya, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut seperti mentega. Syarat yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif,

وَلَمْ يَدْخُلْهُ النَّارُ لِإِحَالَتِهِ

dan barang tersebut tidak diproses dengan api, maksudnya api yang digunakan untuk menanak atau menggoreng barang tersebut. Jika api digunakan pada barang tersebut untuk memisahkan seperti madu dan minyak samin, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut.

أَنْ لَا يَكُوْنَ  و

Dan yang ke empat tidak bolah ada barang yang dipesan

مُعَيَّنًا

muayyan (sudah ditentukan), bahkan harus berupa hutang. Sehingga, kalau muslam fih-nya sudah ditentukan, seperti “aku menyerahkan baju ini seumpama padamu untuk memesan budak ini”, maka secara pasti hal itu bukanlah akad salam, dan juga tidak bisa sah menjadi akad bai’ menurut pendapat adlhar.

  لَا  و

Dan ke lima tidak boleh adalah muslam fih

مِنْ مُعَيَّنٍ

dikhususkan dari barang yang sudah ditentukan, seperti, “saya menyerahkan dirham ini padamu untuk memesan satu sha’ dari tumpukkan ini”.

  ثُمَّ لِصِحَّةِ الْمُسْلَمِ فِيْهِ ثَمَانِيَةُ شَرَائِطَ

kitab fathul qorib bab salam

Kemudian, sahnya muslam fih memiliki delapan syarat. Di dalam sebagian redaksi, “akad salam hukumnya sah dengan delapan syarat.” Yang pertama disebutkan di dalam perkataan mushannif,

وَهُوَ أَنْ يَصِفَهُ بَعْدَ ذِكْرِ جِنْسِهِ وَنَوْعِهِ بِالصَّفَاتِ الَّتِيْ يَخْتَلِفُ بِهَا الثَّمَنُ

Yakni harus memberi sifat pada muslam fih setelah menyebutkan jenis dan macamnya, dengan sifat yang bisa mempengaruhi harga.

Sehingga, saat memesan budak semisal, maka ia harus menyebutkan macamnya seperti budak Turki atau India, dan menyebutkan jenis laki-laki atau perempuan, kira-kira usianya, ukurannya tinggi, pendek atau sedang, dan menyebutkan warna kulitnya seperti putih dan mensifati putihnya dengan agak kemerahan atau merah mulus.

Saat memesan onta, sapi, kambing, kuda, bighal dan keledai, ia menyebutkan jenis jantan, betina, usia, warna dan macamnya. Saat memesan burung, ia menyebutkan macam, kecil, besar, jantan, betina, dan usianya jika diketahui.

Saat memesan baju, ia menyebutkan jenis seperti kapas, kattan, atau sutra, dan menyebutkan macamnya seperti kapas negri Iraq, menyebutkan panjang, lebar, tebal, tipis, rapat, renggang, halus dan kasarnya. Untuk contoh-contoh yang lain disamakan dengan contoh-contoh ini.

Akad salam pada baju yang dimutlakkan, maka diarahkan kepada baju yang baru bukan baju bekas yang diwarna lagi.

أَنْ يَذْكُرَ قَدْرَهُ بِمَا يَنْفِي الْجَهَالَةَ عَنْهُ وَ

Dan yang ke dua adalah menyebutkan ukurannya dengan sesuatu yang bisa menghilangkan ketidakjelasan pada muslam fih.

Maksudnya, muslam fih harus diketahui ukurannya, yaitu takarannya pada barang yang ditakar, timbangannya pada barang yang ditimbang, hitungannya pada barang yang dihitung, dan ukurannya pada barang yang diukur.

Yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif,

 وَإِنْ كَانَ

Jika adanya akad salam

مُؤَجَّلًا ذَكَرَ

dilakukan dengan tempo, maka orang yang melakukan akad harus menyebutkan

وَقْتَ مَحِلِّهِ

 waktu jatuh temponya, maksudnya jatuh temponya seperti bulan ini. Jika ia memberi tempo akad salam dengan kedatangan Zaid semisal, maka akad salamnya tidak sah.

أَنْ يَكُوْنَ وَ

Dan yang ke empat adanya muslam fih-nya

مَوْجُوْدًا عِنْدَ الْاِسْتِحْقَاقِ فِيْ الْغَالِبِ

wujud saat waktu penerimaan menurut ukuran kebiasaannya. Maksudnya, waktu meng-haki untuk menyerahkan muslam fih. Sehingga, seandainya seseorang melakukan akad salam pada barang yang tidak ditemukan saat jatuh tempo, seperti kurma basah di musim dingin, maka akad salamnya tidak sah.

وَ أَنْ يَذْكُرَ مَوْضِعَ قَبْضِهِ

Dan yang ke lima adalah menyebutkan tempat penerimaan muslam fih, maksudnya tempat menyerahkan. Jika tempat akad pertama tidak layak untuk itu, atau layak namun butuh biaya untuk membawa muslam fih ke tempat penyerahan.

 أَنْ يَكُوْنَ الثَّمَنُ مَعْلُوْمًا وَ

Dan yang ke enam, adanya tsaman-nya harus diketahui dengan ukuran atau langsung melihatnya.

 أَنْ يَتَقَابَضَا وَ

Dan yang ke tujuh, keduanya harus melakukan serah, maksudnya muslim (orang yang memesan) dan muslam ilaih (orang yang dipesan) terima tsaman sebelum berpisah. Seandainya keduanya berpisah sebelum menerima ra’sul mal (barang yang digunakan sebagai harga), maka akad salam tersebut menjadi batal.

Atau setelah menerima sebagiannya saja, maka dalam permasalahan ini terjadi perbedaan pendapat di dalam tafriqus shufqah. Yang diharuskan adalah penerimaan secara hakiki.

Sehingga, seandainya muslim melakukan akad hiwalah (pengalihan hutang) dengan ro’sul malnya akad salam, dan muhtal (orang yang menerima peralihan) yaitu muslam ilaih menerima barang tersebut dari muhal alaih (orang yang diberi beban hutang) di tempat akad, maka hal itu tidak mencukupi.

 أَنْ يَكُوْنَ عَقْدُ السَّلَمِ نَاجِزًا لَايَدْخُلُهُ خِيَارُ الشَّرْطِ و  

Dan yang ke delapan, akad salam harus dilakukan dengan cara najizan (langsung), tidak berlaku khiyar syarat pada akad salam. Berbeda dengan khiyar majlis, maka sesungguhnya khiyar majlis bisa masuk pada akad salam.

Baca pula fasal selanjutnya tentang gadai.


BACA JUGA : 7 Rekomendasi Kitab Fathul Qorib


0 Komentar untuk "Terjemahan Kitab Fathul Qorib Bab Salam"

Back To Top