Makna Kitab Kuning Fathul Qorib (Fathul Qarib) Terjemahan

Terjemahan Kitab Fathul Qorib Bab Sholat Jumat


Untuk mengetahui terjemah Kitab Fathul Qorib bab sholat jumat, Anda bisa juga lihat di kitab aslinya di halaman 18 - 19.

 فَصْلٌ وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْجُمُعَةِ سَبْعَةُ أَشْيَاءَ الْإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ

(Fasal) Syarat-syarat wajib melaksanakan sholat Jum’at ada tujuh perkara, yaitu Islam, baligh dan berakal. Ini juga syarat-syarat kewajiban melakukan sholat-sholat selain sholat Jum’at.

وَالْحُرِيَّةُ وَالذُّكُوْرِيَّةُ وَالصِّحَةُ وَالْاِسْتِيْطَانُ

Merdeka, laki-laki, sehat dan bertempat tinggal tetap.
Maka sholat Jum’at tidak wajib bagi orang kafir asli, anak kecil, orang gila, budak, wanita, orang sakit dan sejenisnya, dan musafir.

وَشَرَائِطُ فِعْلِهَا ثَلَاثَةٌ

Adapun syarat-syarat sah pelaksanaan sholat Jum’at ada tiga.
Pertama, tempat tinggal yang dihuni oleh sejumlah orang yang melakukan sholat Jum’at, baik berupa kota ataupun pedesaan adalah yang dijadikan tempat tinggal tetap.

Hal itu diungkapkan oleh mushannif dengan perkataan beliau,

أَنْ تَكُوْنَ الْبَلَدُ مِصْرًا أَوْ قَرْيَةً

وَ أَنْ يَكُوْنَ الْعَدَدُ 

dan kedua, jumlah bilangan jamaah sholat Jum’at

أَرْبَعِيْنَ

mencapai empat puluh orang laki-laki

مِنْ أَهْلِ الْجُمُعَةِ

dari golongan ahli Jum’at.

Mereka adalah orang-orang mukallaf laki-laki yang merdeka dan bertempat tinggal tetap, sekira tidak berpindah dari tempat tinggalnya baik di musim dingin atau kemarau kecuali karena hajat.

وَ أَنْ يَكُوْنَ الْوَقْتُ بَاقِيًا

dan ke tiga, waktu pelaksanaannya masih tersisa, yaitu waktu sholat Dhuhur. Maka disyaratkan seluruh bagian sholat Jum’at harus terlaksana di dalam waktu zhuhur.

Maka, seandainya waktu sholat Dhuhur mepet, sekiranya tidak cukup untuk melaksanakan bagian-bagian wajib di dalam sholat Jum’at yaitu dua khutbah dan dua rakaatnya, maka yang harus dilaksanakan adalah sholat Dhuhur.

فَإِنْ خَرَجَ الْوَقْتُ أَوْ عُدِمَتِ الشُّرُوْطُ

Maka jika waktu sholat Dhuhur telah habis, atau syarat-syarat sholat Jum’at tidak terpenuhi, maksudnya selama waktu Dhuhur baik secara yaqin atau dugaan saja, dan para jama’ah dalam keadaan melaksanakan sholat Jum’at,

صُلِّيَتْ ظُهْرًا

maka yang dilakukan adalah sholat Dhuhur dengan meneruskan apa yang telah dilaksanakan dari sholat Jum’at, dan sholat Jum’at tersebut dianggap keluar, baik telah melakukan satu rakaat darinya ataupun tidak.

Jika para jama’ah ragu terhadap habisnya waktu dan mereka berada di dalam sholat, maka mereka menyempurnakan sholat tersebut sebagai sholat Jum’at menurut pendapat Shahih.

وَفَرَائِضُهَا

Adapun fardlu-fardlunya sholat Jum’at 
Sebagian ulama’ mengungkapkan dengan kata “syarat-syarat”.

ثَلَاثَةٌ

ada tiga. Pertama dan kedua adalah

خُطْبَتَانِ يَقُوْمُ

dua khutbah yang dilakukan seorang khatib dengan berdiri 

فِيْهِمَا وَيَجْلِسُ بَيْنَهُمَا

pada keduanya dan duduk di antara keduanya.
Imam al Mutawalli berkata, yaitu dengan ukuran thuma’ninah di antara dua sujud.

Seandainya khatib tidak mampu berdiri dan ia melakukan khutbah dengan duduk atau tidur miring, maka hukumnya sah dan diperkenankan mengikutinya walaupun tidak tahu dengan keadaan sang khatib yang sebenarnya.

Ketika seorang khatib melaksanakan khutbah dengan cara duduk, maka ia memisah antara kedua khutbah dengan diam sejenak tidak dengan tidur miring.

Rukun-rukun khutbah ada lima, yaitu memuji kepada Allah ta’ala kemudian membaca sholawat untuk baginda Nabi Saw, dan lafadz keduanya telah tertentu.

Kemudian wasiat taqwa dan lafadznya tidak tertentu menurut qaul shahih, membaca ayat Al Qur’an di salah satu khutbah dua dan berdo’a untuk orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan di dalam khotbah yang kedua.

Seorang khatib disyaratkan harus bisa memperdengarkan rukun-rukun khutbah kepada empat puluh jama’ah yang bisa mengesahkan sholat Jum’at. Disyaratkan harus muwallah (terus menerus/tak terpisah) di antara kalimat-kalimat khutbah dan di antara dua khutbah.

Maka jika terpisah antara kalimat-kalimat khutbah itu walaupun sebab udzur, maka khutbah yang dilakukan menjadi batal.

Disyaratkan pada dua khutbah, si khotib harus menutup aurat, suci dari hadats dan najis pada pakaian, badan dan tempat.

Terjemahan Kitab Fathul Qorib Bab Sholat Jumat


وَأَنْ تُصَلَّى

Dan yang ke tiga dari fardlu-fardlunya sholat Jum’at adalah sholat Jum’atnya

رَكْعَتَيْنِ فِيْ جَمَاعَةٍ

dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah yang bisa mengesahkan sholat Jum’at.

Disyaratkan terlaksana sholat ini setelah dua khutbah, berbeda dengan sholat hari raya, karena sesungguhnya sholat hari raya dilaksanakan sebelum dua khutbah.

وَهَيْئَآتُهَا

Sunnah-sunnah haiat sholat Jum’at. 
Makna haiat telah dijelaskan di depan.

أَرْبَعُ خِصَالٍ

ada empat perkara. Yang pertama

الْغُسْلُ

mandi bagi orang yang hendak menghadiri sholat Jum’at, baik laki-laki atau perempuan, merdeka atau budak, orang muqim atau musafir.

Waktu pelaksanaan mandi adalah mulai dari terbitnya fajar kedua (fajar shadiq). Dan melakukan mandi saat mendekati berangkat itu lebih afdlal.

Jika tidak mampu untuk mandi, maka sunnah melakukan tayammum dengan niat mandi untuk sholat Jum’at.

وَتَنْظِيْفُ الْجَسَدِ

dan yang kedua adalah membersihkan badan dengan menghilangkan bau tak sedap dari badan seperti bau ketiak, maka sunnah menggunakan barang-barang yang bisa menghilangkannya yaitu tawas dan sebangsanya.

وَلَبْسُ الثِّيَابِ الْبِيْضِ

dan yang ke tiga adalah mengenakan pakaian berwarna putih, karena sesungguhnya pakaian berwarna putih adalah pakaian yang paling utama.

وَأَخْذُ الظُّفْرِ

dan yang ke empat adalah memotong kuku jika panjang, dan memotong rambut begitu juga ketika panjang. Maka sunnah mencabut bulu ketiak, memotong kumis dan mencukur bulu kemaluan.

وَالطِّيْبُ

dan memakai wangi-wangian dengan wangi-wangian terbaik yang ia temukan.

وَيُسْتَحَبُّ الْإِنْصَاتُ

Disunnahkan al inshat, yaitu diam seraya mendengarkan

فِيْ وَقْتِ الْخُطْبَةِ

di saat khutbah.

Ada yang dikecualikan dari kesunnahan inshat, beberapa perkara yang disebutkan di dalam kitab-kitab yang luas penjelasannya. Di antaranya adalah memperingatkan orang buta yang akan jatuh ke sumur, dan memperingatkan orang yang hendak disakiti oleh kalajengking, misalnya.

وَمَنْ دَخَلَ

Barang siapa masuk masjid

وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ ثُمَّ يَجْلِسُ

sementara imam melaksanakan khutbah, maka sunnah baginya untuk melaksanakan sholat sunnah dua rakaat secara cepat kemudian duduk.

Ungkapan mushannif,  دَخَلَ "orang yang masuk” memberi pemahaman bahwa sesungguhnya orang yang sudah hadir sejak tadi, maka tidak sunnah melaksanakan sholat dua rakaat, baik sholat sunnah Jum’at atau bukan.

Dari pemahaman ini tidak nampak jelas bahwa sesungguhnya sholat tersebut hukumnya haram ataukah makruh, akan tetapi di dalam kitab Syarah Muhadzdzab, Imam Nawawi secara tegas memberi hukum haram, dan beliau mengutip ijma’ atas hal tersebut dari Imam Mawardi.

Selanjutnya fasal tentang Sholat Ied.

BACA JUGA : 7 Rekomendasi Kitab Fathul Qorib


Tag : fathul qorib bab sholat
Back To Top