Makna Kitab Kuning Fathul Qorib (Fathul Qarib) Terjemahan

Terjemah Kitab Fathul Qorib Fasal/Bab Istinja (Kitab Taqrib)


Fasal ini merupakan terjemahan Kitab Fathul Qorib atau kitab Taqrib bab istinja serta adab buang hajat, setelah sebelumnya kita membahas sunat wudhu.

فصل
 والاستنجاء واجب من البول والغائط والأفضل أن يستنجي بالأحجار ثم يتبعها بالماء ويجوز أن يقتصر على الماء أو على ثلاثة أحجار ينقي بهن المحل فإذا أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل

Instinja itu wajib setelah buang air kecil dan buang air besar. Yang utama adalah bersuci dengan memakai beberapa batu kemudian diikuti dengan air. Boleh bersuci dengan air saja atau dengan 3  buah batu yang dapat membersihkan tempat terkena najis. Apabila hendak memakai salah satu dari dua cara itu, maka memakai air lebih utama.

Istinja itu artinya memutuskan dari sesuatu dalam hal ini, orang yang beristija adalah yang memutuskan dari kotoran. Istinja ini wajib dilakukan setelah buang air kecil dan besar dengan memakai air atau batu, termasuk juga yang sifatnya keras, suci dan bisa membuang najis namun bukan benda yang dimuliakan.

Istinja yang paling afdol adalah dengan memakai batu dahulu lalu memakai air untuk kali keduanya. Jika memakai batu, maka wajib melakukan 3 kali usapan dengan 3 buah batu atau satu batu yang punya 3 sudut.

Dibolehkan melakukan istinja dengan air saja, atau dengan 3 buah batu saja dengan syarat bisa bersih. Jika dengan 3 batu masih tidak bersih, maka harus ditambah lagi sampai bersih. Setelah yakin sudah bersih, sunat juga ditambah lagi mengusapnya sampai 3 kali.

Jika mau memilih antara kedua cara tersebut (memakai air atau batu), maka menggunakan air adalah lebih utama, sebab air bisa menghilangkan ain najis dan bekasnya.

Syarat melakukan istinja dengan batu diantaranya adalah :
- najisnya jangan sampai kering dahulu
- najisnya tidak berpindah tempat dari tempat keluarnya
- tidak terkena oleh najis lainnya
Jika syarat tidak mencukupi, maka istinja harus pakai air.

Fathul Qorib Fasal Istinja


 ويجتنب استقبال القبلة واستدبارها في الصحراء ويجتنب البول والغائط في الماء الراكد وتحت الشجرة المثمرة وفي الطريق والظل والثقب ولا يتكلم على البول ولا يستقبل الشمس والقمر ولا يستدبرهما

Hendaknya tidak menghadap kiblat dan tidak membelakanginya apabila dalam tempat terbuka. Hindari kencing atau BAB dilakukan di air yang diam, di bawah pohon yang berbuah, di jalan, di tempat bernaung, di lobang. Dan janganlah berbicara saat kencing dan tidak menghadap matahari dan bulan dan tidak membelakangi keduanya.

Wajib hukumnya ketika buang hajat untuk tidak menghadap qiblat/ka'bah dan membelakanginya jika berada di tempat terbuka, jika tidak ada penghalang di antara dia dan qiblat itu atau ada penghalang namun tingginya tidak sampai seukuran dengan 2/3 siku.

Hal ini juga berlaku di dalam bangunan, kecuali jika bangunan tersebut memang dikhususkan dipakai untuk keperluan itu (WC), maka tidak haram. Adapun menghadap arah qiblat yang pertama yakni Baitul Maqdis, maka makruh menghadap atau membelakanginya.

Hindari juga buang hajat pada air yang diam. Adapun jika buang hajat pada air yang mengalir, maka hukumnya makruh jika airnya sedikit. Jika airnya banyak, maka tidak makruh, namun yang lebih utama jangan melakukannya. Bahkan Imam Nawawi mengharamkan buang hajat di air diam atau mengalir yang sedikit.

Hindari juga buang hajat di bawah pohon yang sedang berbuah dan yang lainnya. Juga hindari buang hajat di jalan yang banyak dilalui manusia, di tempat orang bernaung dari panas di musim panas atau dari hujan di musim dingin.

Hindari juga buang hajat pada lobang di tanah, jangan buang hajat sambil bicara kecuali pada saat darurat. Jika keadaanya darurat seperti saat di wc melihat orang dekat dengan ular, maka bicara memberitahu orang tersebut tidaklah makruh.

Juga makruh hukumnya buang hajat sambil menghadap atau membelakangi matahari atau bulan. Namun menurut Imam Nawawi, membelakanginya tidaklah makruh atau boleh. Selanjutnya baca pula hal yang membatalkan wudhu.

Sumber asli :
Fathul Qorib, hal. 6

BACA JUGA : 7 Rekomendasi Kitab Fathul Qorib


Back To Top