Makna Kitab Kuning Fathul Qorib (Fathul Qarib) Terjemahan

Terjemahan Kitab Fathul Qorib Bab Haji (Matan Taqrib)


Untuk mengetahui terjemahan kitab Kitab Fathul Qorib bab haji atau Kitab matan Taqrib bab haji, bisa dilihat di kitab aslinya halaman 27 - 29 dengan judul Kitab Hukum Haji.

Adapun haji secara bahasa adalah menyengaja. Dan secara syara’ adalah menyengaja ke Baitul Haram guna melaksanakan ibadah.

وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْحَجِّ سَبْعَةُ أَشْيَاءَ

Adapun syarat-syarat kewajiban haji ada tujuh perkara. Di dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa سَبْعُ خِصَالٍ

الْإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ وَالْحُرِّيَّةُ

Yaitu Islam, baligh, berakal, dan merdeka. Maka haji tidak wajib bagi orang yang memiliki sifat kebalikan dari sifat-sifat tersebut.

وَوُجُوْدُ الزَّادِ

Dan adanya bekal, dan wadah bekal jika ia memerlukannya. Dan terkadang tidak memerlukannya, seperti orang yang dekat dengan negara Makkah. Dan juga disyaratkan harus ada air di tempat-tempat yang sudah biasa kita membawa air dari situ, yang dijual dengan harga standar.

وَالرَّاحِلَةِ

Dan adanya kendaraan yang layak bagi orang seperti dia, baik dengan membeli atau menyewa. Hal ini jika jarak seseorang dengan Makkah mencapai dua marhalah atau lebih, baik ia mampu berjalan ataupun tidak.

Jika jarak di antara dia dan Makkah kurang dari dua marhalah dan ia mampu untuk berjalan, maka wajib melaksanakan haji tanpa harus naik kendaraan.

Semua hal yang telah disebutkan di atas disyaratkan (hartanya) harus melebihi dari hutangnya dan biaya orang yang wajib ia nafkahi selama berangkat haji, dan juga harus lebih dari rumah dan budak yang layak baginya.

وَتَخْلِيَّةُ الطَّرِيْقِ

Dan sepinya jalan. Yang dikehendaki dengan sepi di sini adalah dugaan aman di perjalanan sesuai dengan apa yang terdapat pada setiap tempat. Jika seseorang tidak aman pada diri, harta atau kemaluannya, maka bagiya tidak wajib untuk melaksanakan haji.

وَإِمْكَانُ الْمَسِيْرِ

dan memungkinkan untuk menempuh perjalanan. Yang dikehendaki dengan mungkin ini adalah masih ada waktu yang mungkin setelah menemukan bekal dan kendaraan untuk digunakan berangkat haji dengan cara yang semestinya.

Jika mungkin ditempuh, hanya saja ia butuh menempuh dua marhalah dalam jangka waktu sebagian dari hari-hari yang sudah terbiasa, maka baginya tidak wajib melaksanakan haji karena hal tersebut menyulitkan.

وَأَرْكَانُ الْحَجِّ أَرْبَعَةٌ

Rukun-rukun haji ada empat.

الْإِحْرَامُ مَعَ النِّيَّةِ

Yang pertama adalah ihram disertainya niat, maksudnya niat masuk di dalam ibadah haji.

وَالْوُقُوْفُ بِعَرَفَةَ

Yang ke dua adalah wukuf di Arafah. Yang dikehendaki adalah kehadiran orang yang ihram haji dalam waktu sebentar setelah tergelincirnya matahari di hari Arafah, yaitu hari ke sembilan dari bulan Dzul Hijjah.

Dengan syarat orang yang wukuf termasuk ahli untuk melakukan ibadah, bukan orang yang sedang gila dan bukan orang yang epilepsi. Waktu wukuf tetap berlanjut hingga terbitnya fajar hari raya kurban, yaitu hari ke sepuluh dari bulan Dzul Hijjah.

وَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ

Yang ke tiga adalah thawaf di Baitulllah sebanyak tujuh kali thawafan. Saat tahwaf, ia memposisikan Baitullah di sebelah kirinya dan memulai dari Hajar Aswad tepat lurus dengan seluruh badannya saat berjalan.

Seandainya ia memulai thawaf dari selain Hajar Aswad, maka thawaf yang ia lakukan tidak dianggap.

وَالسَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ

Rukun ke empat adalah sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Syaratnya adalah memulai sa’i pertama dari bukit Shafa dan di akhiri di bukit Marwah. Perjalanannya dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan kembali dari Marwah ke Shafa juga dihitung satu kali.

Shafa adalah tepi gunung Abi Qubais. Dan Marwah adalah nama suatu tempat yang sudah dikenal di Makkah.

Masih ada rukun-rukun haji yang tersisa, yaitu mencukur atau memotong rambut, jika kita menjadikan masing-masing dari keduanya termasuk rangkaian ibadah haji. Dan ini adalah pendapat yang masyhur.

Jika kita mengatakan bahwa masing-masing dari keduanya adalah bentuk perbuatan untuk memperbolehkan hal-hal yang diharamkan saat haji, maka keduanya bukan termasuk rukun-rukun haji dan wajib mendahulukan ihram dari semua rukun-rukun haji yang tadi.

وَأَرْكَانُ الْعُمْرَةِ ثَلَاثَةٌ

Rukun-rukun umrah ada tiga sebagaimana yang terdapat di sebagian redaksi. Dan di dalam sebagian redaksi ada empat perkara.

الْإِحْرَامُ وَالطَّوَافُ وَالسَّعْيُ وَالْحَلْقُ أَوِ التَّقْصِيْرُ فِيْ أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ

Yaitu ihram, thawaf, sa’i, dan mencukur atau memotong rambut menurut salah satu dari dua pendapat, dan ini adalah pendapat yang kuat sebagaimana keterangan yang telah lewat barusan. Jika tidak menurut pendapat yang kuat, maka keduanya bukan termasuk rukun umrah.

وَوَاجِبَاتُ الْحَجِّ غَيْرُ الْأَرْكَانِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ

Kewajiban-kewajiban haji selain rukun ada tiga perkara.

الْإِحْرَامُ مِنَ الْمِيْقَاتِ

Yang pertama adalah ihram dari miqat, yang mencakup miqat zamani dan miqat makani. Miqat zamani bagi haji adalah bulan Syawal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari bulan Dzul Hijjah. Adapun miqat zamani bagi umrah adalah sepanjang tahun adalah waktu yang bisa untuk melaksanakan ihram umrah.

Miqat makani di dalam haji bagi orang yang bermukim di Makkah adalah daerah Makkah itu sendiri, baik ia penduduk asli Makkah atau pendatang. Adapun selain orang yang bermukim di Makkah, maka miqat bagi orang yang datang dari Madinah Musyarrafah adalah Dzul Hulaifah.

Bagi orang yang datang dari Syam, Mesir dan Maroko adalah Juhfah. Bagi orang yang datang dari dataran rendah Yaman adalah Yulamlam. Bagi orang yang datang dari dataran tinggi Hijaz dan Yaman adalah Qarn. Dan yang datang dari daerah timur adalah Dzatu ‘Irq.

وَرَمْيُ الْجِمَارِ الثَّلَاثِ

Yang ke dua dari kewajiban-kewajiban haji adalah melempar tiga jumrah. Di mulai dari jumrah Kubra, kemudian jumrah Wustha, lalu Jumrah Aqabah. Masing-masing jumrah di lempar dengan tujuh kerikil satu persatu.

Seandainya ia melempar dua kerikil sekaligus, maka dihitung satu. Jika melempar menggunakan satu kerikil untuk melempar tujuh kali, maka dianggap mencukupi. Disyaratkan sesuatu yang digunakan untuk melempar adalah batu. Maka tidak mencukupi selain batu seperti permata dan gamping.

وَالْحَلْقُ

Kewajiban ke tiga adalah mencukur atau memotong rambut. Yang afdlol bagi laki-laki adalah mencukur. Dan bagi perempuan adalah memotong. Minimal mencukur adalah menghilangkan tiga helai rambut kepala dengan cara dicukur, potong, cabut, bakar atau digunting.

Orang yang tidak memiliki rambut kepala, maka bagi dia disunnahkan untuk menjalankan pisau cukur di kepalanya. Dan rambut selain yang ada di kepala, baik jenggot dan selainnya,tidak bisa menggantikan rambut kepala.

وَسُنَنُ الْحَجِّ سَبْعٌ

Kesunahan-kesunahan haji ada tujuh.

الْإِفْرَادُ وَهُوَ تَقْدِيْمُ الْحَجِّ عَلَى الْعُمْرَةِ

Yang pertama adalah ifrad, yaitu mendahulukan pelaksanaan haji sebelum melaksanakan umrah. Dengan cara pertama ihram haji dari miqatnya, dan setelah selesai melaksanakan haji kemudian ia keluar dari Makkah menuju tanah halal terdekat lalu melakukan ihram umrah dan melaksanakan amal-amalnya. Jika dibalik, maka dia bukan orang yang melakukan haji ifrad.

وَالتَّلْبِيَّةُ

Yang kedua adalah membaca talbiyah. Disunnahkan memperbanyak membaca talbiyah selama menjalankan ihram. Bagi laki-laki sunnah mengeraskan suara bacaan talbiyahnya.

Adapun Lafadz talbiyah adalah :

لَبّيْكَ اللهم لَبّيْكَ لَبَيْكَ لَاشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَاشَرِيْكَ لَكَ

Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan hanya milik-Mu Dan kerajaan. Tidak ada sekutu bagi-Mu.

Ketika selesai membaca tabiyah, hendaknya ia membaca sholawat kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan meminta kepada Allah ta’ala agar diberi surga dan keridlaan-Nya, dan berlindung kepada-Nya dari api neraka.

وَطَوَافُ الْقُدُوْمِ

Yang ke tiga adalah thawaf Qudum. Thawaf ini dikhususkan bagi orang haji yang masuk Makkah sebelum melaksanakan wukuf di Arafah. Sedangkan bagi orang yang melaksanakan umrah, ketika ia melaksanakan thawaf umrah, maka sudah mencukupi dari thawaf Qudum.

وَالْمَبِيْتُ بِمُزْدَلِفَةَ

Yang ke empat adalah mabit di Muzdalifah. Memasukkan mabit di Muzdalifah di dalam golongan kesunahan adalah pendapat yang ditetapkan oleh pendapatnya Imam Rafi’i. Akan tetapi keterangan yang terdapat di dalam tambahannya kitab Raudlah dan Syarh Muhadzdzab, bahwa sesungguhnya mabit di Muzdalifah adalah sesuatu yang wajib.

وَرَكَعَتَا الطَّوَافِ

Yang ke lima adalah sholat dua rakaat thawaf setelah selesai melaksanakannya. Hendaknya ia melaksanakan sholat tersebut di belakang maqam Ibrahim AS. Dan memelankan suara bacaan saat melaksanakan sholat tersebut di siang hari, dan mengeraskan suara bacaan di malam hari.

Dan ketika tidak melaksanakan sholat tersebut di belakang maqam Ibrahim, maka hendaknya sholat di Hijir Isma’il. Jika tidak, maka di dalam masjid, dan jika tidak, maka di tempat manapun yang ia kehendaki baik di tanah Haram maupun yang lainnya.

وَالْمَبِيْتُ بِمِنَى

Yang ke enam adalah mabit di Mina. Ini adalah pendapat yang disahkan oleh Imam Rafi’i. Akan tetapi di dalam tambahan Raudlah, Imam Nawawi menshohikan hukum wajib.

وَطَوَافُ الْوَدَاعِ

Yang ke tujuh adalah thawaf Wada’ ketika hendak keluar dari Makkah karena untuk bepergian, baik orang haji atau bukan, baik bepergian jauh atau dekat. Apa yang telah disampaikan mushannif yaitu berupa hukum kesunahan thawaf Wada’ adalah pendapat lemah, akan tetapi menurut pendapat yang lebih jela hukumnya adalah wajib.

وَيَتَجَرَّدُ الرَّجُلُ

Dan seorang laki-laki wajib untuk tidak menggunakan, menurut keterangan di dalam kitab Syarh Muhadzdzab

عِنْدَ الْإِحْرَامِ عَنِ الْمَخِيْطِ

Saat ihram, dari pakaian yang berjahit, ditenun, dikelabang, dan dari selain pakaian yang berupa sepatu dan sandal.

وَيَلْبَسُ إِزَارًا وَرِدَاءً أَبْيَضَيْنَ

Dan wajib bagi dia mengenakan jarik dan selendang berwarna putih yang masih baru, jika tidak baru, maka yang bersih.

Terjemahan Kitab Fathul Qorib Bab Haji

فَصْلٌ

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum muharramatul ihram. Muharramatul ihram adalah hal-hal yang haram sebab ihram.

وَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ عَشْرَةُ أَشْيَاءَ

Yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan ihram, ada sepuluh perkara.

لَبْسُ الْمَخِيْطِ

Yang pertama adalah mengenakan pakaian yang berjahit seperti gamis, jubah dan sepatu  mengenakan pakaian yang ditenun seperti baju tameng atau pakaian yang digelung seperti pakaian yang digelungkan ke seluruh badan.

وَتَغْطِيَّةُ الرَّأْسِ

Yang ke dua adalah menutup kepala atau sebagiannya

مِنَ الرَّجُلِ

bagi laki-laki dengan menggunakan sesuatu yang dianggap sebagai penutup seperti surban dan tanah liat.

Jika yang digunakan tidak dianggap sebagai penutup, maka tidak masalah seperti meletakkan tangan di atas sebagian kepalanya. Dan seperti berendam di dalam air, dan berteduh di bawah tandu yang berada di atas onta, walaupun sampai menyentuh kepalanya.

وَالْوَجْهِ

Dan menutup wajah atau sebagiannya

مِنَ الْمَرْأَةِ

bagi wanita dengan menggunakan sesuatu yang dianggap penutup. Wajib bagi wanita, menutup bagian wajah yang tidak mungkin baginya untuk menutup kepala kecuali dengan menutup bagian wajah tersebut.

Bagi seorang wanita, diperkenankan untuk mengenakan pakain (cadar) yang direnggangkan dari wajah dengan menggunakan kayu dan sejenisnya.

Seorang khuntsa, sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Qadli Abu Thayyib, diperintah agar menutup kepalanya, dan diperkenankan untuk mengenakan pakaian berjahit.

Adapun masalah fidyahnya, maka menurut pendapat jumhur ulama bahwa sesungguhnya seorang khuntsa jika menutup wajah atau kepalanya, maka tidak wajib fidyah karena masih ada keraguan. Namun jika menutup keduanya, maka wajib fidyah.

وَتَرْجِيْلُ الشَّعْرِ

Yang ke tiga adalah menyisir rambut. Begitulah mushannif memasukkan hal tersebut termasuk dari hal-hal yang diharamkan. Akan tetapi keterangan di dalam kitab Syarah Muhadzdzab menyatakan bahwa sesungguhnya menyisir rambut hukumnya makruh, begitu juga menggaruk rambut dengan kuku.

وَحَلْقُهُ

Yang ke empat adalah mencukur rambut, mencabut atau membakarnya. Yang dikehendaki adalah menghilangkan rambut dengan cara apapun, walaupun ia dalam keadaan lupa.

وَتَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ

Yang ke lima adalah memotong kuku, maksudnya menghilangkannya, baik kuku tangan atau kaki dengan dipotong atau yang lainnya. Kecuali ketika sebagian kuku orang yang sedang ihram pecah dan ia merasa kesakitan dengan hal tersebut, maka baginya diperbolehkan untuk menghilangkan bagian kuku yang pecah saja.

وَالطِّيْبُ

Yang ke enam adalah wangi-wangian, maksudnya menggunakan wewangian secara sengaja dengan sesuatu yang memang ditujukan untuk menghasilkan bau wangi seperti misik dan kapur barus. Menggunakan di pakaian dengan cara menemukan wewangian tersebut pada pakaian dengan cara yang telah terbiasa di dalam penggunaannya. Dan menggunakan di badan, bagian luar atau dalam seperti ia memakan wangi-wangian.

Tidak ada perbedaan pada orang yang menggunakan wewangian tersebut, antara orang laki-laki atau perempuan, orang akhsyam (indra pembaunya tidak berfungsi) atau tidak.

Dengan ungkapan “secara sengaja” mengecualikan jika hembusan angin membawa wewangian yang mengenai dirinya, atau ia dipaksa untuk menggunakannya, tidak tahu akan keharamannya, atau lupa bahwa sesungguhnya ia sedang melaksanakan ihram, maka sesungguhnya tidak ada kewajiban fidyah bagi dia.

Jika ia tahu akan keharamannya dan tidak tahu akan kewajiban fidyahnya, maka tetap wajib membayar fidyah.

وَقَتْلُ الصَّيْدِ

Yang ke tujuh adalah membunuh binatang buruan yang hidup di darat dan halal dimakan, atau induknya ada yang halal dimakan seperti binatang liar dan burung. Dan juga haram memburunya, menguasainya, dan mengganggu bagian badan, bulu halus dan bulu kasarnya.

وَعَقْدُ النِّكَاحِ

Yang ke delapan adalah akad nikah. Maka bagi orang yang sedang ihram, haram melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan cara wakil atau menjadi wali.

وَالْوَطْءُ

Yang ke sembilan adalah wathi yang dilakukan oleh orang yang berakal dan mengetahui keharamannya, baik melakukan jima’ saat ihram haji atau umrah, di jalan depan atau belakang, dengan laki-laki atau perempuan, istri, budak perempuan yang di miliki atau dengan wanita lain.

وَالْمُبَاشَرَةُ

Yang ke sepuluh adalah bersentuhan kulit selain bagian farji seperti menyentuh atau mencium

بِشَهْوَةٍ

dengan birahi. Adapun bersentuhan kulit tidak dengan birahi, maka hukumnya tidak haram.

وَفِيْ جَمِيْعِ ذَلِكَ

Di dalam semua hal tersebut, maksudnya hal-hal yang diharamkan yang telah disebutkan,

الْفِدْيَةُ

wajib membayar fidyah, dan akan dijelaskan di belakang.

Jima’ yang telah dijelaskan di atas bisa merusak ibadah umrah yang disendirikan. Adapun umrah yang berada di dalam kandungan haji Qiran, maka hukumnya mengikuti haji, baik sah atau rusaknya. Adapun jima’ bisa merusak haji ketika dilakukan sebelum tahallul awal, baik setelah wukuf atau sebelumnya.

Sedangkan jima’ yang dilakukan setelah tahallul awal, maka tidak sampai merusak status haji,

إلَّا عَقْدَ النِّكَاحِ فَإِنَّهُ لَايَنْعَقِدُ

kecuali akad nikah, karena sesungguhnya akad nikah yang dilakukan tidak sah.

وَلَا يُفْسِدُهُ إِلَّا الْوَطْءُ فِيْ الْفَرْجِ

Haji tidak bisa rusak kecuali dengan wathi di bagian farji. Berbeda dengan bersentuhan pada bagian selain farji, maka sesungguhnya hal tersebut tidak sampai merusak status haji.

وَلَايَخْرُجُ

Orang yang ihram tidak diperkenankan keluar

مِنْهُ بِالْفَسَادِ

dari ihramnya sebab telah rusak, bahkan baginya wajib untuk meneruskan amaliyah ihramnya

فِيْ فَاسِدِهِ

yang telah berstatus rusak. Di dalam sebagian redaksi, tidak dicantumkan ungkapan mushannif “di dalam ihramnya yang rusak” maksudnya ibadah haji atau umrah dengan cara melaksanakan amaliyah-amaliyah yag masih tersisa.

وَمَنْ

Barang siapa melaksanakan ihram haji

فَاتَهُ الْوُقُوْفُ بِعَرَفَةَ

dan ketinggalan wukuf di Arafah sebab udzur atau tidak,

تَحَلَّلَ

maka wajib tahallul

بِعَمَلِ عُمْرَةٍ

dengan melaksanakan amaliyah umrah. Maka ia melakukan thawaf dan sa’i jika memang belum sa’i setelah thawaf Qudum.

وَعَلَيْهِ

Dan bagi dia, maksudnya orang yang ketinggalan wukuf di Arafah,

الْقَضَاءُ

wajib segera mengqadla’, baik hajinya fardlu atau sunnah. Qadla’ hanya wajib dilakukan di dalam permasalahan ketinggalan wukuf yang tidak disebabkan oleh hashr (tercegah).

Jika seseorag tercegah untuk melakukan perjalanan, namun ia masih bisa melewati jalan selain jalan yang terjadi pencegahan, maka wajib baginya untuk melewati jalan tersebut, walaupun tahu bahwa dia tetap akan ketinggalan wukuf. Jika ia meninggal dunia, maka tidak wajib diqadla’i menurut pendapat ashah.

وَالْهَدْيُ

Bagi dia -orang yang ketinggalan wukuf- di samping mengqadla’, juga wajib membayar hadyah.

Di dalam sebagian redaksi telah ditemukan keterangan tambahan.

وَمَنْ تَرَكَ رُكْنًا

Yaitu, barang siapa meninggalkan rukun-rukun yang menjadi penentu sahnya haji,

لَمْ يَحِلَّ مِنْ إِحْرَامِهِ حَتَّى يَأْتِيْ بِهِ

maka dia tidak bisa berstatus halal / lepas dari ihramnya sehingga ia melaksanakan rukun tersebut. Rukun tersebut tidak bisa digantikan dengan dam.

وَمَنْ تَرَكَ وَاجِبًا

Barang siapa meninggalkan kewajiban dari kewajiban-kewajiban haji,

لَزِمَهُ الدَّمُ

maka wajib membayar dam. Dan dam akan dijelaskan di belakang.

وَمَنْ تَرَكَ سُنَّةً

Barang siapa meninggalkan kesunahan dari kesunahan-kesunahan haji,

لَمْ يَلْزَمْهُ بِتَرْكِهَا شَيْئٌ

maka dia tidak berkewajiban apa-apa sebab meninggalkan kesunahan tersebut. Dari ungkapan matan, telah jelas perbedaan antara rukun, wajib, dan sunnah.

Selanjutnya baca pula fasal tentang dam haji.

Baca juga :

BACA JUGA : 7 Rekomendasi Kitab Fathul Qorib


2 Komentar untuk "Terjemahan Kitab Fathul Qorib Bab Haji (Matan Taqrib)"

Masyaallah alhamdulillah semoga bermanfaat juga. Bagi yg lain

Alhamdulillah.. MasyaAllooh membantu untuk belajar kitab

Back To Top