Makna Kitab Kuning Fathul Qorib (Fathul Qarib) Terjemahan

Terjemah Fathul Qorib Bab Sumpah dan Nadzar


Kali ini kita akan membahas terjemah Fathul Qorib bab sumpah dan nadzar. Silahkan Sobat sambil melihat kitab aslinya biar berkah. Untuk Fathul Qorib bab sumpah bisa dilihat di halaman 64 sementara untuk Fathul Qorib bab nadzar bisa dilihat di halaman 65.

Terjemah Fathul Qorib Bab Sumpah

كِتَابُ الْأَيْمَانُ وَالنُّذُوْرِ

Lafadz “الْأَيْمَانُ” dengan membaca fathah huruf hamzahnya adalah bentuk kalimat jama’ dari lafadz “يَمِيْنٍ”. Asalnya يَمِيْنٍ secara bahasa adalah tangan kanan, kemudian diucapkan untuk menunjukkan sumpah.

Dan secara syara’ adalah menyatakan sesuatu yang mungkin untuk diingkari, atau menguatkannya dengan menyebut nama Allah Ta’ala atau sifat dari sifat-sifat Dzat-Nya.

 نُّذُوْرُ ” adalah bentuk kalimat jama’ dari lafadz “نَذْرٍ”. Dan maknanya akan dijelaskan di dalam fasal setelah يَمِيْنٍ.

لَايَنْعَقِدُ الْيَمِيْنُ إِلَّا بِاللهِ تَعَالَى

Tidak sah sumpah itu  kecuali dengan Allah Ta’ala, maksudnya dengan dzat-Nya seperti ucapan orang sumpah, “وَاللهِ (demi Allah).”

أَوْ بِاسْمٍ مِنْ أَسْمَائِهِ

Atau dengan salah satu dari nama-nama-Nya yang khusus bagi Allah yang tidak digunakan pada selain-Nya seperti, “خَالِقِ الْخَلْقِ (Dzat Yang Menciptakan Makhluk).”

أَوْ صِفَةٍ مِنْ صِفَاتِ ذَاتِهِ

Atau salah satu sifat-sifat-Nya yang menetap pada Dzat-Nya seperti ilmu dan qudrat-Nya.

Batasan orang yang bersumpah adalah setiap orang mukallaf, kemauan sendiri, mengucapkan dan menyengaja sumpah.

وَمَنْ حَلَفَ بِصَدَقَةِ مَالِهِ

Barang siapa bersumpah untuk mensedekahkan hartanya seperti ucapannya, “لِلهِ عَلَيَّ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِمَالِيْ (hak bagi Allah atas diriku, bahwa aku akan mensedekahkan hartaku).” Sumpah seperti ini terkadang diungkapkan dengan nama “يَمِيْنِ اللَّجَّاجِ وَالْغَضَبِ”, dan terkadang diungkapkan dengan nama “نَذْرِ اللَّجَّاجِ وَالْغَضَبِ”,

فَهُو

maka dia, maksudnya orang yang bersumpah atau bernadzar tersebut

مُخَيَّرٌ بَيْنَ

diperkenankan memilih antara memenuhi apa yang ia sumpahkan dan ia sanggupi dengan nadzar yaitu berupa

الصَّدَقَةِ

bersedekah dengan hartanya,

أَوْ كَفَارَةِ الْيَمِيْنِ

atau memilih membayar kafarat yamin (denda sumpah) menurut pendapat al adhhar.

Menurut satu pendapat, wajib baginya untuk membayar kafarat yamin. Dan menurut satu pendapat lagi, wajib baginya memenuhi apa yang telah ia sanggupi.

وَلَا شَيْئَ فِيْ لَغْوِ الْيَمِيْنِ

Tidak ada kewajiban apa-apa dalam لَغْوِ الْيَمِيْنِ (sumpah yang tidak jadi).

لَغْوِ الْيَمِيْنِ  ditafsiri dengan lisan yang terlanjur mengucapkan lafadz sumpah tanpa ada kesengajaan untuk melakukannya seperti ucapan seseorang saat marah, sangat emosi, atau tergesah-gesa,  sesaat ia mengatakan “tidak demi Allah”, dan sesaat kemudian mengatakan, “iya demi Allah.”

وَمَنْ حَلَفَ أَنْ لَا يَفْعَلَ شَيْئًا

Barang siapa bersumpah tidak akan melakukkan sesuatu seperti menjual budaknya,

فَأَمَرَ غَيْرَهُ بِفِعْلِهِ

kemudian ia memerintahkan orang lain untuk melakukannya, maka orang yang bersumpah tersebut

لَمْ يَحْنَثْ

tidak dianggap melanggar sumpah sebab orang lain melakukannya.

Kecuali orang yang bersumpah itu menghendaki bahwa sesungguhnya ia dan orang lain tidak akan melakukannya, maka ia dianggap melanggar sumpah sebab perbuatan orang yang ia perintah.

Seandainya seseorang bersumpah tidak akan menikah, kemudian ia mewakilkan pada orang lain untuk melaksanakan akad nikah, maka sesungguhnya ia dianggap melanggar sumpah sebab wakilnya telah melakukan akad nikah.

وَمَنْ حَلَفَ عَلَى فِعْلِ أَمْرَيْنِ

Barang siapa bersumpah akan melakukan dua perkara seperti ucapannya, “demi Allah aku tidak akan memakai dua baju ini”,

فَفَعَلَ

kemudian ia melakukan, maksudnya memakai

أَحَدَهُمَا لَمْ يَحْنَثْ

salah satunya, maka ia tidak dianggap melanggar sumpah. Kemudian, jika ia memakai keduanya bersamaan atau bertahap, maka ia dianggap melanggar sumpah.

Jika ia mengatakan, “aku tidak akan memakai baju ini, dan tidak baju ini,” maka ia dianggap melanggar sumpah dengan memakai salah satunya saja. Dan sumpahnya belum selesai, bahkan ketika ia memakai baju yang satunya lagi, maka ia juga dianggap melanggar sumpah.

وَكَفَارَةُ الْيَمِيْنِ هُوَ

Kafaratul yamin adalah orang yang bersumpah ketika melanggar sumpahnya,

مُخَيَّرٌ فِيْهَا بَيْنَ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ

maka di dalam kafaratul yamin tersebut ia diperkenankan memilih di antara tiga perkara :

عِتْقُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ

Yang pertama adalah memerdekakan budak mukmin yang selamat dari cacat yang bisa mengganggu untuk beramal atau bekerja.

أَوْ إِطْعَامِ عَشَرَةِ مَسَاكِيْنَ كُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدًّا

Yang kedua disebutkan di dalam perkataannya mushannif, “atau memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing satu mud.”

Maksudnya satu rithl lebih sepertiga rithl berupa bahan makanan biji-bijian yang diambilkan dari makanan pokok yang paling dominan daerah orang yang membayar kafarat. Dan tidak bisa mencukupi untuk selain biji-bijian yaitu kurma dan susu kental.

أَوْ كِسْوَتِهِمْ

Yang ketiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, “atau memberi pakaian kepada mereka.” Maksudnya orang yang membayar kafarat pada masing-masing dari orang-orang miskin tersebut.

ثَوْبًا ثَوْبًا

Dengan memberikan pakaian. Maksudnya sesuatu yang disebut pakaian yaitu barang-barang yang biasa dipakai seperti baju kurung, surban, kerudung atau selendang. Dan tidak cukup dengan memberikan muza dan dua kaos tangan.

Dan tidak disyaratkan untuk Qamis yang diberikan, harus layak pada orang yang diberi. Sehingga cukup dengan memberikan pakaian anak kecil atau pakaian wanita pada orang miskin laki-laki.

Dan tidak disyaratkan untuk pakaian yang diberikan juga harus baru. Sehingga cukup dengan memberikan pakaian yang sudah pernah dipakai yang penting masih kuat.

فَإِنْ لَمْ يَجِدِ

Kemudian jika tidak menemukan si orang yang membayar kafarat itu pada salah satu dari tiga perkara yang telah dijelaskan di atas,

فَصِيَامُ

maka melakukan puasa, maksudnya wajib bagi dia untuk melakukan puasa

ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ

tiga hari.

Dan tidak wajib tiga hari tersebut dilaksanakan secara terus menerus menurut pendapat al adhhar.

وَلَا يَجِبُ تَتَابُعُهَا فِيْ الْأَظْهَرِ

Terjemah Fathul Qorib Bab Sumpah

Terjemah Fathul Qorib Bab Nadzar

النُّذُوْرِ فَصْلٌ

Fasal menjelaskan hukum-hukum nadzar.

Lafadz “نُّذُوْرِ” adalah bentuk jama’ dari lafadz “نَذْرٍ”. Lafadz “نَذْرٍ” dengan menggunakan huruf dzal yang diberi titik satu di atas dan terbaca sukun. Ada yang menghikayahkan dengan dzal yang terbaca fathah. Makna nadzar secara bahasa adalah berjanji dengan kebaikan atau dengan kejelekan. Dan secara syara’ adalah menyanggupi perbuatan ibadah yang tidak wajib dengan dalil  syara’.

Nadzar ada dua macam. Yang pertama adalah nadzar اللَّجَّاجِ dengan membaca fathah huruf awalnya, yang bermakna memperpanjang perseteruan.

Yang dikehendaki dengan nadzar ini adalah nadzar yang mirip yamin dengan gambaran ia menyengaja untuk mencegah dirinya dari sesuatu dan tidak menyengaja untuk melakukan ibadah.

Pada nadzar ini maka ia wajib membayar kafarat yamin atau melakukan apa yang telah ia sanggupi dengan mengucapkan nadzar.

Nadzar yang kedua adalah nadzar الْمُجَازَاة, dan ada dua macam. Yang ke satu adalah nadzir (orang yang nadzar) tidak menggantungkan nadzarnya pada sesuatu seperti ucapannya pada permulaannya, “hak Allah atas diriku, bahwa aku wajib melakukan puasa atau memerdekakan budak.”

Yang kedua adalah nadzir menggantungkan nadzarnya pada sesuatu. Dan mushannif memberi isyarah pada nadzar ini dengan perkataan beliau.

مُبَاحٍ وَطَاعَةٍ كَقَوْلِهِ  وَالنَّذْرُ يَلْزَمُ فِيْ الْمُجَازَاةِ عَلَى  

Di dalam nadzar al mujazah, nadzar bisa menjadi wajib pada bentuk nadzar yang mubah dan nadzar bentuk keta’atan seperti ucapannya, maksudnya ucapan orang yang bernadzar,

إِنْ شَفَى مَرِيْضِيْ

jika sakitku sembuh,” dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa, “penyakitku” atau, “aku dilindungi dari kejelekan musuhku,

فَلِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُصَلِّيَ أَوْ أَصُوْمَ أَوْ أَتَصَدَّقَ

maka Allah berhak atas diriku, bahwa aku akan melaksanakan sholat, berpuasa atau bersedekah.

وَيَلْزَمُهُ

Dan wajib baginya, maksudnya bagi orang yang bernadzar

مِنْ ذَلِكَ

Dari semua itu, maksudnya perkara yang ia nadzari berupa sholat, puasa atau sedekah,

مَا يَقَعُ عَلَيْهِ الْاِسْمُ

untuk melaksanakan sesuatu yang sudah layak disebut dengan hal-hal tersebut. Yaitu dari sholat, minimalnya dua rakaat, atau puasa, minimalnya adalah sehari, atau sedekah, yaitu minimal sedekah dengan sesuatu yang paling sedikit dari barang-barang yang berharga.

Begitu juga seandainya ia bernadzar akan sedekah dengan harta yang besar sebagaimana yang diungkapkan oleh al Qadli Abu Ath Thayyib.

Kemudian mushannif menjelaskan mafhum (pemahaman kebalikan) dari ungkapan beliau di depan yaitu, “nadzar perkara yang mubah”, di dalam perkataan beliau.

وَلَا نَذْرَ فِيْ مَعْصِيَةٍ

Tidak ada nadzar di dalam perkara maksiat, maksudnya tidak sah nadzar perkara maksiat,

كَقَوْلِهِ إِنْ قَتَلْتُ فُلَانًا

seperti ucapan seseorang, “jika aku membunuh fulan dengan tanpa alasan yang benar,

فَلِلَّهِ عَلَيَّ كَذَا

maka Allah berhak atas ini pada diriku.”

Dikecualikan dengan bahasa “maksiat”, nadzar perkara yang makruh seperti nadzarnya seseorang yang akan melakukan puasa sepanjang tahun. Maka nadzar perkara yang makruh tersebut hukumnya sah  dan wajib baginya untuk memenuhi nadzarnya.

Dan juga tidak sah  nadzar perkara fardlu ‘ain seperti sholat lima waktu. Adapun nadzar perkara yang fardlu kifayah, maka wajib baginya untuk memenuhi nadzarnya sebagaimana indikasi dari ungkapan kitab ar Raudlah dan kitab asalnya ar Raudlah.

وَلَا يَلْزَمُ النَّذْرُ

Dan tidak wajib nadzar, maksudnya tidak sah  nadzar

عَلَى تَرْكِ مُبَاحٍ

untuk meninggalkan yang mubah atau melakukan perkara mubah.

كَقَوْلِهِ لَا آكُلُ لَحْمًا وَلَا أَشْرُبُ لَبَنًا وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ

Yang pertama adalah seperti ucapan seseorang, “aku tidak akan memakan daging, tidak akan meminum susu” dan contoh-contoh sesamanya dari perkara-perkara yang mubah seperti ucapannya, “aku tidak akan memakai ini.” Yang kedua adalah seperti, “aku akan memakan ini, dan aku akan meminum ini.”

Ketika seseorang melanggar nadzar perkara yang mubah, maka wajib baginya untuk membayar kafarat yamin menurut pendapat ar rajih menurut pendaat al Baghawi dan diikuti oleh kitab al Muharrar dan kitab al Minhaj. Akan tetapi indikasi dari ungkapan kitab ar Raudlah dan kitab asalnya adalah tidak wajib.


BACA JUGA : 7 Rekomendasi Kitab Fathul Qorib


0 Komentar untuk "Terjemah Fathul Qorib Bab Sumpah dan Nadzar"

Back To Top